If I were a painter I would paint my reverie If that's the only way for you to be with me We'd be there together Just like we used to be Underneath the swirling skies for all to see And I'm dreaming of a place Where I could see your face And I think my brush would take me there But only.... If I were a painter And could paint a memory I'd climb inside the swirling skies to be with you I'd climb inside the skies to be with you... (Norah Jones - Painter Song)
Kehidupan banyak orang dimulai malam hari. Tepat ketika kita mematikan laptop, mengunci lemari kantor, dan membereskan tas, sebenarnya kita baru saja memulai hari itu. Ironis, tapi malam adalah saat yang terbaik untuk melakukan banyak hal yang tertunda dari siang. Salah satunya ialah mengobrol dengan seseorang..
Mengobrol adalah perkara sederhana yang terkadang rumit. Sederhana karena kita hanya butuh kata dan kalimat yang bisa kita susun di otak kita dalam hitungan sepersekian detik saja. Sederhana pula karena kita tidak perlu menghabiskan banyak tenaga untuk melakukannya. Kita hanya butuh telinga untuk mendengar dan senyum manis untuk menikmatinya.
Mengobrol tiba-tiba saja menjadi rumit saat lawan bicara kita mendadak membuat jantung kita berdetak lebih cepat, tapi membuat neurotransmitter di otak kita bekerja sangat lambat. Kita jadi salah tingkah.. Wajah kita mengarah ke warna yang bila tidak ekstrem putih pucat, ekstrem merah nya. Kita merasa meriang, tidak enak badan, dan kepala sedikit berputar. Gugup, kadang mual, tapi penuh dengan euforia. Kita menyiapkan seluruh hati untuk mengobrol. Aneh ya, hanya untuk mengobrol..
Malam itu sudah malam yang kesekian kalinya ketika acara mengobrol menjadi prioritas di atas semuanya. Ketika semua sudah ditinggalkan dan kata-kata sudah di ujung mulut, siap untuk dilemparkan dalam pembicaraan di malam panjang itu.
“Heyy.. apa kabarnya? Baru selesai urusan di kantor?”
“Oh, enggak kok. udah dari tadi.. Baru abis dinner ya?”
“Iya nih. Super kenyang hehe.. Kabar gw baik nih. Kamu gimana?”
“So far so good kok, kerjaan hari ini gak ada masalah. Ada sih beberapa yang mesti diberesin, tapi udah selesai semua kok.”
“Wah enak ya. Kerjaan gw udah kayak never ending story gini hihihi…”
……..
“Lagi ngapain sekarang? Kayaknya ada suara musik. lagi dengerin lagu ya?Apa nih yang terbaru? Update donk”
“Hehe.. tau aja. Ini lagi dengerin Painter Song, Norah Jones. Nice song to fall asleep soon.”
“Oo..jadi mau tidur cepet malem ini, tumben.”
“Well.. tergantung nanti ngobrolnya bisa ampe berapa episode hehe..”
“Dasar, jagoan begadang. Itu lagu kamu mellow banget ya. What’s wrong with you?”
“Oh, gak apa apa kok. Sesekali jadi mellow, bolehh kann??”
“Haha.. jarang2 soalnya. Kamu bikin aku jadi worry aja..”
“…… (awkward silent moment).. Gak apa apa kok. you don’t have to worry about me.”
Obrolan itu dimulai singkat, tapi berjalan jam ke jam tanpa seorang pun tahu ke mana arahnya. Topik apa saja yang dilemparkan sudah dilupakan oleh keduanya. Mereka seperti tidak peduli betapa malam saja sudah bosan menunggui mereka berdua mengobrol. Sudah mau pagi. Biar malam berikutnya yang menemani mereka mengobrol lagi. Malam ini sudah lelah, masih ada malam besok, malam lusa, dan malam-malam berikutnya.
Yang diketahui adalah mengobrol menjadi punya definisi terbaru. Senang mendengar suara orang itu dan terus senang mendengarnya…
“Kapan-kapan kita ngobrol lagi ya? (besok malem maksudnya)”
“Oh iya, sure sure. Seneng ngobrol sama kamu. (beneran seneng ngobrol ama kamu loh)”
“Thanks ya.. Good nite, have a nice sleep.”
“You, too. bye..”
Seseorang sedang sibuk membalas sms:
Thanks ya buat ajakannya, tapi gw gak bisa besok malem. Ada urusan..Kapan-kapan aja ya, ajak yang lain juga biar rame. Sorii.. thanks again.
dan seseorang yang lain sedang mengetik di laptopnya:
Heyy..Sorry, kayaknya aku gak bisa ikut dinner besok deh. Got few things to do in the evening. Lain kali aja ya.. Thankss..
Leave a comment